<strong>Oleh : Sartinah</strong> BPJS Kesehatan kembali mengubah aturan layanan kesehatannya. Pelayanan Kelas Rawat Inap (KRI) yang selama ini ada di BPJS Kesehatan siap-siap akan dihapus. Kemudian akan diperkenalkan program baru dengan dalih meningkatkan pelayanan kesehatan. Nantinya tidak ada lagi rawat inap untuk kelas 1, 2, dan 3 bagi peserta BPJS. Kelas-kelas tersebut akan dilebur menjadi satu dengan nama 'kelas standar'. Rencana ini akan dilakanakan pada 2022. Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Muttaqien mengatakan, rencana pemberlakuan kelas rawat inap tersebut untuk menerapkan kembali prinsip ekuitas sesuai dengan amanah undang-undang. Pihaknya masih merumuskan kelas rawat inap 'tunggal' bersama kementerian terkait. Dilansir dari Merdeka.com, 9 Desember 2021 Sementara itu, Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, mengatakan saat ini Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) diberikan tugas mengkaji konsep rawat inap kelas standar, dengan mempertimbangkan beberapa aspek. Pertama, ketersediaan jumlah Tempat Tidur (TT) pada setiap kelas perawatan. Kedua, pertumbuhan jumlah peserta JKN, kemampuan fiskal negara dan kemampuan masyarakat dalam membayar iuran, serta angka rasio utilisasi angka rasio utilisasi JKN. Dilansir merdeka.com. <strong>Tujuan 'Kelas Standar'</strong> Pelayanan kelas standar akan dilakukan pada 2022 mendatang atau paling lambat pada 2023. Penghapusan kelas dan penerapan kelas standar didasarkan pada Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial (SJSN) Pasal 23 (4) yang di dalamnya menyatakan, jika peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka akan diberikan "kelas standar". Penghapusan kelas 1, 2, dan 3 serta penerapan kelas standar bertujuan untuk menjalankan prinsip asuransi sosial dan equitas di program JKN. Juga untuk meningkatkan pelayanan rawat inap kepada peserta BPJS. Nantinya kelas standar akan dibagi menjadi dua yaitu kelas standar A dan kelas standar B. Perbedaan kelas-kelas tersebut terletak pada perbedaan fasilitas yang diterima peserta. Misalnya perbedaan pada luas tempat tidur yang diterima. Kelas standar A diperuntukkan bagi Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). Sedangkan kelas standar B diperuntukkan bagi peserta Non-PB JKN. <strong>Kastanisasi Layanan Kesehatan</strong> Kesehatan merupakan hak dasar rakyat yang harus disediakan oleh negara. Namun, dalam sistem kapitalisme urusan kesehatan diserahkan kepada individu-individu rakyat untuk mewujudkannya secara mandiri. Meskipun pemerintah menyediakan BPJS Kesehatan, tetapi layanan BPJS sendiri tidak meng-cover semua penyakit. <blockquote class="twitter-tweet"> <p dir="ltr" lang="in">Dilantik Bupati, Harmin Ramba Kembali Jabat Pjs Sekda Muna <a href="https://t.co/PXUNzq1dfN">https://t.co/PXUNzq1dfN</a></p> — Penasultra.id (@penasultra_id) <a href="https://twitter.com/penasultra_id/status/1471803288685219841?ref_src=twsrc%5Etfw">December 17, 2021</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script> Terlebih dalam kebijakan layanan kesehatan terbaru, di mana layanan rawat inap tergabung dalam kelas standar. Dampaknya terhadap masyarakat adalah akan memberatkan peserta dari masyarakat bawah. Pasalnya, santer diisukan bahwa penerapan dua kelas standar ini akan membuat iuran peserta non-JKN dipukul rata menjadi satu tarif. Yakni dikisaran Rp50 ribu sampai Rp75 ribu per orang. <strong>Kapitalisasi Kesehatan</strong> Demikianlah jika urusan kesehatan dikapitalisasi, ujung-ujungnya tetaplah rakyat yang dirugikan. Penyerahan urusan kesehatan kepada pihak swasta menjadikan rakyat harus membayar kesehatannya sendiri. Apalagi, pengelolaan layanan kesehatan oleh swasta dipastikan berorientasi pada keuntungan. Kapitalisasi kesehatan yang sudah lama mengakar di negeri ini akhirnya menciptakan kastanisasi dalam layanan kesehatan. Artinya, kualitas layanan kesehatan diukur dari kemampuan seseorang secara ekonomi. Bagi orang yang mampu akan mendapatkan layanan kesehatan terbaik, sedangkan bagi yang kurang mampu akan menerima layanan ala kadarnya. Fakta-fakta tersebut membuktikan abainya negara menyediakan layanan kesehatan gratis dan terbaik. Negara hanya berkedudukan sebagai regulator dan fasilitator yang hanya berkutat membuat regulasi dan sebagai perantara. <strong>Layanan Kesehatan Gratis dalam Islam</strong> Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga. Karena berharganya nyawa manusia, negara semaksimal mungkin melindunginya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: "Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR Nasai 3987,Turmudzi 1455 dan disahihkan al- Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan al-Albani). Karena itu, negara akan menjaga keselamatan manusia dari hal-hal yang membahayakan. Dalam sektor kesehatan, negara akan memberikan pelayanan kesehatan gratis dan berkualitas. Pelayanan kesehatan tersebut diberikan tanpa memandang status ekonomi, pendidikan, sosial, agama, maupun lainnya. Semua akan dilayani dengan pelayanan terbaik, baik yang kaya maupun yang miskin. Sebab, Islam telah mengamanatkan bahwa kesehatan milik semua orang, baik kaya maupun miskin. Saking bertanggung jawabnya terhadap urusan jiwa, penguasa (khalifah) benar-benar memberikan layanan terbaik. Sebab mereka menyadari bahwa setiap amanah pasti ditanya oleh Allah Swt. kelak. Dalam Islam, mendambakan pelayanan kesehatan terbaik bukanlah ilusi. Hal ini sudah dibuktikan selama masa keemasan Islam lebih dari tiga belas abad yang lalu. Wallahu'alam Bishshawab.(<strong>***)</strong> <strong>Penulis merupakan Pemerhati Masalah Publik</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/-SLY-qSzjtU
Discussion about this post