Pertama, perubahan jumlah yang ditangkap dalam OTT dengan identitasnya yang berubah membuat publik meyakini bahwa KPK telah mendapat tekanan dari pihak lain yang memiliki “power” lebih besar dari KPK.
Kedua, perubahan orientasi penanganan kasus pasca OTT dari penyelenggara negara ke pihak swasta semakin membuat publik kehilangan kepercayaan kepada KPK.
Ketiga, struktur dan kultur dalam lingkup pemerintah, baik pusat maupun daerah, pasti memiliki garis komando dan garis koordinasi, maka tidak ada tindakan bawahan (ASN), dari staf hingga pejabat eselon 4,3,2, dan 1 tanpa persetujuan, petunjuk dan arahan pimpinan.
Dapat dipastikan tindakan seluruh ASN yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pasti atas persetujuan, petunjuk dan arahan pimpinannya masing-masing. Maka KPK harus memeriksa seluruh atasan dan pimpinan dari seluruh ASN yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Keempat, KPK diminta menghentikan seluruh akrobat dengan penggeledahan-penggeledahan pada tempat-tempat kecil, teknis. KPK harus menggeledah pusat kendali operasi dari pimpinan semua ASN yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
KPK dipastikan tidak akan menemukan fakta-fakta baru jika penggeledahan hanya dilakukan di luar Medan, baik di Padangsidimpuan, maupun di Mandailing Natal (Madina).
Kelima, lambatnya penanganan kasus ini, setelah dua minggu tidak ada tersangka baru, atau perkembangan yang signifikan, KPK diduga sengaja memberikan waktu yang cukup bagi sutradara, aktor utama dari kasus ini untuk menghapus jejak dan menghilangkan barang bukti keterlibatannya.
Keenam, KPK harus menjelaskan hasil koordinasi KPK dengan Mabes Polri terkait penemuan 2 pucuk senjata api dalam penggeledahan rumah dan atau kantor tersangka TOP.
Kepemilikan senjata api diatur dalam UU Darurat No.12 Tahun 1951, dimana kepemilikan, pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan penggunaan senjata api tanpa hak dapat dipidana.
Ketujuh, patut diduga seluruh proyek yang telah, sedang dikerjakan melalui lelang di dinas yang pernah dan sedang dipimpin tersangka TOP, dimenangkan dengan cara yang sama dengan OTT. Seluruh proyek patut diduga ada pemberian hadiah atau janji dari para pemenang kepada TOP, lalu dialirkan TOP ke berbagai pihak.
KPK diminta untuk memeriksa seluruh proyek yang pernah dan sedang dikerjakan di dinas-dinas tersebut, serta memeriksa seluruh aliran hadiah atau janji tersebut.
Kedelapan, KPK diminta menawarkan dan mendorong para tersangka untuk bersedia menjadi “justice collaborator”, sehingga kasus ini terang benderang, para sutradara, aktor intelektual, dan aktor utama segera ditangkap.(***)
Penulis adalah Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post