Imelda Caroline Laode Mbaraka mengakhiri masa perawannya usai dipersunting oleh duda Romanus Mbaraka.
Dilansir dari laman warta-nusantara.com, pernikahan Imelda dan Romanus berlangsung sangat sederhana pada Rabu pagi (19/8) di Gereja Katolik Paroki Kristus Raja Kimaam.
Suatu pemandangan unik tersaji ketika keduanya hendak melangsungkan pernikahan. Sangat berbeda. Pasalnya, busana Romanus dan Imelda mengenakan atribut adat Kimaam mulai dari kepala hingga kaki.
Di bagian kepala, Romanus mengenakan topi (auwi, sebutan orang Kimaam) yang dihiasi bulu burung. Muka diukir menggunakan bahan dari kulit mangga dicampur kapur. Sedangkan di bagian belakang berupa ciremin, manik-manik, gelang tangan (durwawi) serta cawat di pinggang dan lain-lain. Begitu pula dengan penampilan sang istrinya.
Seperti biasa, misa dipimpin dua pastor yakni RD Silvester Tokio, Pr serta RD Elsoin, Pr, berlangsung lancar dan meriah dengan lagu-lagu gerejani yang dibawakan puluhan orang Kimaam dibawah dirigen Emanuel Buyuka.
Prosesi pernikahan pun tak mengalami hambatan, termasuk beberapa momen seperti pengenaan cincin di jari manis kedua pasangan suami istri.
Setelah misa, Romanus Mbaraka yang diketahui telah menduda selama lima tahun usai ditinggal wafat sang istri, Yohana Mekiuw berkesempatan menyampaikan sepatah kata di mimbar Gereja.
“Terima kasih untuk umat Allah yang datang dan khusus kedua orang tua saya maupun istri saya. Terima kasih juga Tuhan Yesus dan Bunda Maria, para pastor, suster dan leluhur disini termasuk istri saya Yohana Mekiuw (almarhumah). Karena secara resmi hari ini, saya telah mempunyai istri yakni Imelda Carolina La Ode,” kata Bupati Merauke itu.
Romanus tak menampik jika sang istri yang lahir dan besar di Merauke itu mempunyai darah keturunan Buton sehingga pada nama Imelda disematkan nama La Ode sebagai penandaan marga kebesaran dari negerinya para Wali.
“Kalau saya ingin melangsungkan pernikahan murni seperti orang lain, lebih baik di kota atau daerah lain seperti di Bali. Hanya saja saya ini suku, sehingga harus pulang kampung. Lalu acaranya dikemas secara sederhana. Sehingga semua masyarakat datang agar bisa duduk dan makan bersama,” ujar Romanus memungkasi.
Discussion about this post