Tetapi benarkah Munaf orang yang jujur? Pertanyaan ini akhirnya muncul sebagai wacana mengejutkan di kalangan kaum sufi di abad IX itu. Pasalnya, hikayat jujur Munaf diragukan dari asal-usulnya. Ia, semasa masih rakyat jelata, sesungguhnya adalah jenis penipu. Bahkan tak tanggung-tanggung, ukurannya penipu XXXL.
Lantas mengapa menjadi jujur? Justru di situ hebatnya Munaf sebagai penipu. Ia cerdik mengelabui orang lain, sehingga baginya perkara mudah saja membalik dirinya menjadi rakyat yang jujur.
Munaf sengaja memilih menjadi ‘orang jujur’ yang selalu berbicara dan memberi laporan dengan benar dan apa adanya, karena predikat seperti itu diyakini akan mengubah nasibnya. Buktinya benar, dia akhirnya menjadi pembantu istimewa raja.
Tipe penipu seperti Munaf di negeri dongeng sufi itu mungkin menyeberang alam dan zaman. Tetapi, keberadaannya tergantung sudut pandang moral dan kepentingan saja. Maklum, jangankan ditemukan, terpikirkan oleh orang pun mungkin tidak.
Artinya, sangat mungkin para penipu sekarang sudah semakin canggih dan piawai sehingga topeng dan boroknya sulit terungkap. Harap tahu, penipu yang sudah naik pangkat dari semula sampah menjadi profesi yang sanggup mengalirkan kekayaan ini bukan hanya bercabul di dunia kerah kotor.
Ya, penipu di zaman ini tak hanya mengincar dompet orang di jalanan, terminal, atau dari rumah ke rumah, namun marak pula di semua lapangan kehidupan: politik, pemerintahan, niaga, dan malah dalam urusan agama.
Ketika seorang kiai yang dalam keseharian senantiasa menyerukan jalan surga dan azab tuhan tampil di pentas politik untuk mengejar kekuasaan, dia sesungguhnya penipu. Ketika seorang pengusaha giat bersedekah dan menggelar acara dakwah di mana-mana sementara bisnis kotornya makin membesar, dia adalah penipu.
Discussion about this post