Pada musim tertentu, penyu berukuran besar, dengan lingkar karapas sekitar 50 centimeter datang, menggali sarang dan bertelur. Sekali bertelur, 90 hingga 180 an butir bersarang dengan nyaman di pasir.
Seringkali saat penyu pergi, berbagai predator alami mulai berdatangan, salah satunya biawak. Lainnya, tentu saja manusia.
“Orang orang sini yang berburu telur,” kata Wa Ode Rusiani.
Suami Wa Ode Rusiani, La Ode Awaludin atau Pak Awal adalah nelayan di perairan Mopaano. Puluhan tahun melakoni profesi ini, ia telah belajar mengamati kaitan antara penyu dan ikan yang ditangkapnya.
Marak pengambilan telur penyu ikut memicu keprihatinan Pak Awal. Ia lalu bergabung dalam Divisi Pemantauan PAAP Lasinta Lape-Lape, sebuah kelompok yang dibentuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Buton bekerjasama dengan Rare Indonesia.
Tugas Pak Awal adalah mengajak orang-orang di kampungnya untuk ikut melestarikan penyu, serta memproteksi populasi ikan dengan cara ‘tidak mengambil ikan’ di Kawasan Larang Ambil (KLA) atau zona larang tangkap sebagaimana kampanye PAAP.
Ini memang tak mudah. “Tapi setelah dua tahun bergerak bersama, saya bisa melihat banyak nelayan mulai paham pentingnya menjaga alam di sini. Mereka bahkan ikut menjaga habitat penyu,” kata Pak Awal.
Ia tak hanya melakukan pemantauan tapi juga melindungi sarang penyu dan memperketat proses penangkaran di areal pantai. “Ini baru uji coba. Kami berharap telur menetas dan segera menjadi tukik yang siap lepas di pantai,” ceritanya.
Penangkaran penyu diaplikasikan dengan sistem proteksi waring. Jadi sekeliling sarang dilindungi dengan waring. Selain berfungsi sebagai penanda, waring juga menjadi pagar yang menjaga sarang penyu dari serangan predator alami.
“Tapi, ini tidak selalu sukses. Pengalaman kami, hanya sekitar 50% telur yang berhasil menetas,” ujarnya.
Lokasi peneluran yang jauh menjadi salah satu hambatan pengawasan tak bisa maksimal.
“Kadang perlu satu bulan melakukan pengawasan di areal peneluran. Kalau kami pergi, telur itu bisa saja diambil orang atau dimakan biawak,” timpal Wa Ode Rusiani.
Tapi tak semua warga setuju. Pak Awal pernah merasakan diprotes warga yang merasa pekerjaannya sebagai pemburu telur penyu terancam oleh petugas divisi pemantauan PAAP Lasinta Lape-Lape.
“Sampai pernah saya ditagih untuk membayar ganti rugi ratusan telur penyu,” ceritanya.
“Kalau diberi tahu, hey..jangan ambil telur penyu itu, mereka marah dan bilang..kalian harus bayar ganti rugi. Aduh, mau ambil darimana uangnya?” tambah Wa Ode Rusiani.
Pengetahuan Minim
Minimnya kesadaran warga Desa Mopaano atas perlindungan penyu menjadi salah satu alasan aksi perburuan telur hewan bercangkang ini sulit dibendung. Pak Awal bisa melihat kaitan antara keberadaan penyu di laut dengan kesehatan ekosistem. Ia tahu hubungan erat antara penyu dan ekosistem laut. Tapi masih lebih banyak warga yang tidak memahami ini.
Populasi penyu sejatinya punya peranan penting dalam menjaga keseimbangan rantai makanan di laut. Jika populasinya punah, maka berakibat buruk terhadap populasi ikan di laut, sumber penghidupan bagi masyarakat nelayan.
Sebab, menjaga penyu secara tidak langsung merawat benih ikan yang bertebaran di laut lepas. Penyu adalah pemangsa ubur-ubur. Keberadaan penyu di laut akan menekan populasi ubur-ubur yang merupakan predator utama lava ikan.
Dalam seminar LIPI digelar daring pada September 2020, secara umum ada empat dampak utama yang paling terasa dari meledaknya populasi ubur-ubur. Pertama adalah mengurangi produksi perikanan, mengganggu sektor pariwisata, mengganggu ketahanan energi, dan terakhir, sosio-ekonomi.
Karena ubur-ubur merupakan predator larva ikan yang sangat produktif, ledakan populasi ubur-ubur membuat pertumbuhan populasi ikan cukup terganggu. Satu ekor ubur-ubur saja bisa memangsa hingga 120 ekor larva ikan dalam sehari.
Penulis: Siti Marlina
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post