Sejatinya negara/pemerintah melindungi semua golongan tanpa kecuali. Biarkan mereka berbeda sikap. Bukankah perbedaan itu rahmat. Tak harus ada tindakan melarang pemakaian lapangan terbuka. Biarkan umat manfaatkan untuk salat Id. Besok mau dipakai lagi ya tidak ada masalah. Mereka sama-sama penganut agama Islam yang dilindungi negara.
Bukankah motto kita adalah Bhineka Tunggal Ika. Berbeda tetapi tetap satu seperti yang diamanatkan pendiri bangsa ini.
Jangan ada yang mengatakan umat yang lebaran tanggal 21 April adalah haram karena masih suasana puasa dan sebaliknya yang lebaran tanggal 22, apakah juga haram. Tak perlu hal itu dibesarkan.
Tapi besarkan lah syiar Islam di negeri yang mayoritas Islam ini. Umat biasa-biasa saja. Bahkan terjadi saling tolong menolong. Pemerintah jangan suka merepotkan diri sendiri.
Kembali ke pokok persoalan. Tanpa terasa kita sudah melaksanakan puasa yang ke 29 dan sekitar pukul 11.00 Kamis siang terjadi gerhana matahari. Ini menandakan sudah terjadi pergantian bulan.
Maka sudah tepat 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari jumat 21 April 2023 berdasarkan hisab Muhammadiyah yang telah diumumkan.
Bagi umat yang salat Id, Jumat 21 April. Maka Magrib Kamis sudah boleh mengumandangkan takbir Allahu Akbar di masjid-masjid dan musala atau di rumah dan juga di tengah dalam perjalanan.
Takbir ba’da Magrib menandakan kita akan berpisah dengan tamu agung Ramadan. Suka atau tidak, sedih atau gembira, Ramadan akan pergi. Ia akan muncul lagi 12 bulan berikutnya.
Lalu apa yang telah kita perbuat selama hampir sebulan bersama Ramadan?. Adakah momen Ramadan dimanfaatkan secara maksimal dan optimal?.
Discussion about this post