Oleh: Sri Sunarti
Awal bulan Mei 2022 lalu, 10 daerah kabupaten di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, masuk dalam nominasi Anugrah Pesona Indonesia (API) dari berbagai macam kategori.
Chairman of Anugerah Pesona Indonesia, Hiro Kristianto mengatakan, pada penyelenggaraan tahun ini, pihaknya menerima banyak masukan dari 34 provinsi dan 135 kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Setelah itu, dilakukan kurasi oleh pihak penyelenggara, hingga menyisakan 10 daerah dari setiap kategori.
Voting dibuka per 1 Juni hingga 31 Oktober 2022 mendatang, melalui berbagai media, seperti short message service (SMS), video YouTube API Award, feed Instagram, serta Facebook (kendariinfo.com 9/5/2022).
Sulawesi Tenggara memang layak masuk nominasi API. Sebab, Bumi Anoa memiliki keindahan alam yang membentang dari daratan hingga lautan. Begitupun hasil pertanian yang melimpah serta kebudayaan yang beraneka ragam. Pesonanya membuat para wisatawan mengincar Sulawesi Tenggara sebagai tujuan wisata. Apalagi, Sultra merupakan salah satu ikon keindahan Indonesia.
Perlu dipahami, bahwasanya suatu wilayah akan termasyhur dan patut dibanggakan, bukan karena masuk nominasi API atau ajang lainnya semata. Akan tetapi, terpenting adalah seberapa tentram dan sejahtera penduduknya. Seberapa jauh keberhasilan pemerintah mengatasi masalah dalam wilayah kekuasaannya. Seberapa unggul kualitas generasinya. Pun, seberapa mudahnya masyarakat setempat menjalani kehidupan di wilayah dengan sejuta pesona.
Sudahkah keindahan alam itu selaras dengan keindahan akhlak seluruh penduduknya?
Sejatinya, menjadi nominasi API, tidak serta merta memberikan dampak signifikan pada kemajuan suatu wilayah. Faktanya, ajang seperti ini masih saja menyisakan ironi. Di satu sisi, wilayah yang terpilih memang mendapat penghargaan. Namun, penghargaan itu tidak sedikit pun berpengaruh pada perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat, pada sisi yang lain.
Menyandarkan keberhasilan suatu wilayah hanya pada banyaknya penghargaan yang dimenangkan dalam satu atau beberapa event, sangat lumrah dalam sistem yang memandang segala sesuatu berdasarkan materi (kapitalisme). Terlebih lagi, sistem tersebut berdiri tegak di atas fondasi sekularisme. Dimana, prestise dan harga diri suatu wilayah bahkan negara, hanya diukur dengan perolehan kemenangan dalam berbagai event bergengsi.
Semua itu, tidak lebih dari sekadar euforia untuk menarik investor dan membentuk opini di tengah masyarakat, seolah perubahan menuju kemajuan bangsa sedang terjadi. Padahal, dampak buruk berupa kerusakan lingkungan, invasi budaya dan ekonomi, ancaman degradasi moral, perilaku seks menyimpang, dll sedang mengintai.
Sungguh, mudarat yang bakal dituai lebih besar daripada manfaat yang kerap didengungkan pemerintah berupa PAD, yang pengelolaannya pun masih bermasalah. Tentu para turis tidak sekadar datang menikmati keindahan alam Sultra atau wilayah lain di nusantara. Akan tetapi, mereka membawa misi liberalisasi dalam seluruh aspek kehidupan. Mulai dari pendidikan, pergaulan, ekonomi, hingga gaya hidup.
Discussion about this post