Kata Shaum tidak hanya mencegah makan, minum dan bergaul dengan istri/suami tetapi juga harus mencegah bicara, mendengar, melihat dan pikiran dari hal-hal yang merusak ibadah puasa bahkan menjaga diri tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan orang lain terluka dan terdzolimi.
Melukai dalam psikologi sosial merupakan penyakit psikis dan kesadaran. Efeknya bisa dalam bentuk fisik, psikis, maupun secara verbal.
Menurut Freud, seorang manusia yang melukai orang lain karena adanya dorongan nafsu melewati amarah dan cenderung berjalan dalam ketidaksadaran (unconscious). Manusia dalam bertindak dikendalikan oleh tingkat kesadaran. Semakin sadar (conscius) seseorang itu maka semakin dapat mengendalikan dirinya.
Disinilah hubungan Shaum (puasa) yang mengandung makna menahan. Bukan hanya tentang makan, minum, dan hubungan suami istri, tetapi berlatih menahan mengendalikan diri, membangun kesadaran untuk tidak menyakiti sesamanya.
Dalam hidup sehari-hari, terkadang mencaci dan memaki begitu mudahnya keluar dari bibir kita. Tanpa ragu dan pikir panjang kita mendzolimi dan melukai perasaan orang lain. Mudah mengeluarkan hawa nafsu yang berdampak buruk pada orang lain.
Maka itulah hakekatnya puasa Shaum. Derajat taqwa sebagaimana yang menjadi output dari orang berpuasa hanya bisa diraih jika merekonstruksi puasa kita, tidak sekedar menjalankan formalitas ibadah semata, akan tetapi mengangkat derajat dan kualitas ibadah puasa secara hakiki, terjewantahkan dalam pikiran, sikap dan perbuatan sehari-hari.
Discussion about this post