15 kali dalam 10 tahun pelaksanaan Pilpres sangat anomali. Indonesia bisa diprediksi pecah dan bubar akibat kemarahan rakyat. Penyebabnya, mental curang dan culas menjalankan sistem demokrasi sehingga sulit mendapat kepercayaan rakyat.
Bukan soal satu dua putaran diharapkan bahagia atas kemenangan, lalu ketawa dan tidak peduli diatas penghianatan suara rakyat. Kemudian bilang; “Gue Ngak Peduli.” Artinya, watak pemimpin seperti ini tidak baik untuk diteruskan. Satu saja suara rakyat dihilangkan dan ditambah jumlah sesuai hasrat kepentingan, itu merupakan kejahatan demokrasi paling brutal.
Pasangan Pilpres 01 dan 03 diharapkan tidak menerima hasil Pilpres. Kalau menerima dan ikut menandatangani nota kesepahaman bersama dalam Pemilu 2024, maka sama juga mengkhianati suara rakyat.
Pemilu 2024 harus diulang. Apabila diteruskan, legitimasi rakyat hilang secara penuh. Sementara UUD 1945 katakan: kedaulatan negara berada di tangan rakyat memegang kendali pemilu sebagai manipestasi kepemimpinan negara.
Peran intelektual bodong seperti lembaga survei juga ikut andil merusak demokrasi. Media begitu juga, pilar keempat demokrasi ikut serta mensuplay informasi Quick Count yang menyesakkan kelapangan hati dan keluasan dada rakyat. Media memberi kontribusi besar mendorong kerusakan demokrasi yang melaksanakan Quick Count itu.
Discussion about this post