Belum lagi kekacauan di seputar pelabuhan angkut atau jeti yang tidak semuanya memiliki izin (izin lokasi dan izin bangunan dan penggunaan). Jalan-jalan nasional untuk masyarakat umum juga banyak yang hancur karena setiap hari dilewati oleh mobil-mobil besar pengangkut tambang.
Sebenarnya masyarakat tahu bahwa selama ini memang terjadi pembiaran oleh instansi terkait, baik di daerah maupun pusat. Maka, menurut saya, tindakan Kejati Sultra merupakan langkah hebat untuk menertibkan pengelolaan sumber daya alam Sultra yang semakin terancam habis. Ancaman besar yang berdampak langsung pada sumber kehidupan, alam dan lingkungan di sana, termasuk juga manusianya.
Dulu, Dinas ESDM hanya digunakan sebatas “alat” untuk menjebak kepala daerah. Makanya, ketika ada izin yang menyalahi aturan yang diperkarakan dan dihukum adalah kepala daerahnya (bukan Kepala Dinas ESDM-nya). Dan itulah yang menimpa saya selaku Gubernur yang dijadikan tersangka dan dihukum, sedangkan Kepala Dinas ESDM dan jajarannya tidak ada yang terbawa. Mereka hanya dijadikan saksi.
Kerugian Jangka Panjang
Saya berharap betul, proses penegakan hukum kali ini benar-benar objektif dan tidak tebang pilih. Sebab, carut marut perizinan pengelolaan pengusahaan tambang di Indonesia, khususnya Sultra sudah sangat kronis dan melibatkan persekongkolan tingkat tinggi di lintas lembaga, dan juga oknum aparat pemerintah, termasuk oknum aparat hukum bersama korporasi.
Masih lekat dalam ingatan, awal tahun 2014 saya mempresentasikan hasil kerja Tim Terpadu kepada UKP4 bentukan Presiden SBY, atas penyimpangan pengusahaan tambang di Sultra.
Tapi anehnya, setelah itu justru saya malah diperkarakan, dan dijadikan tersangka tunggal dalam kasus izin pertambangan.
Dalam presentasi itu saya sampaikan bahwa, angka perhitungan perolehan dari aset yang dimiliki Sultra bisa untuk membiayai Indonesia sampai 200 tahun ke depan, dengan asumsi APBN saat itu yang Rp.1.500 Triliun. Namun sayang, hal-hal yang saya sampaikan itu tidak menjadi fokus pemerintah pusat untuk langsung menertibkan kekacauan yang terjadi di dunia pertambangan di Sultra, agar hasilnya bisa digunakan untuk masa depan Indonesia.
Siapakah yang bisa diharapkan untuk bertindak menyelamatkan Sultra? Mau sampai kapan para “perampok” dibiarkan menguras habis sumber daya alam di sana? Padahal, menyelamatkan Sultra adalah menyelamatkan masa depan Indonesia. Kalau kejahatan ini terus dibiarkan, kerugian pertama adalah mineral nikel akan habis karena tidak terbarukan, kita juga akan kehilangan kesempatan mengembangkan bahan baku menjadi bahan jadi industri strategis seperti baja stainless, baterai litium, dan berbagai industri turunan lainnya yang nilainya puluhan kali lipat dari nilai dasar ore.
Dampak lain lagi adalah, penerimaan negara sangat kecil dengan dampak kerusakan lingkungan yang sangat besar. Dan efek sosialnya adalah, masyarakat semakin miskin karena lahan pertanian, perkebunan, dan perikanan darat dan laut yang mereka miliki dirampas habis, dan masih ditambah lagi dengan ancaman datangnya bencana alam akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh aktifitas penambangan. Dan cadangan potensi untuk masa depan bangsa dan generasi penerus sudah pasti terkuras habis, karena rusaknya ekosistem akibat tercemarnya darat dan laut oleh kegiatan penambangan yang tidak memenuhi prosedur.
Sejatinya, bumi ini adalah rumah kita bersama. Adalah tanggung jawab umat manusia untuk merawatnya dengan sebaik-baiknya. Maka, mari kita jaga dan rawat bumi Sulawesi Tenggara. Menyelamatkan Sultra adalah
Menyelamatkan Indonesia.(***)
Penulis: Gubernur Sulawesi Tenggara 2008-2013 dan 2013-2018
Discussion about this post