Kisah nyata ini bermula dari suatu tengah malam, sudah agak berat ke subuh, hamba pulang dari rumah seorang sejawat di daerah Limo, Cinere. Kalau hamba tak salah setelah deadline, hamba ada perlu ke rumahnya. Terus terang hamba lupa ada keperluan apa kala itu.
Waktu itu hamba pulang sendirian, menyetir sendiri. Mobilnya hamba masih ingat benar, Mitsubishi Galant berwarna silver.
Hamba gak sedikit mengantuk, tapi masih penuh kesadaran. Suasana jalan amat sepi. Semua toko sudah tutup. Tak ada pedagang lagi di pinggir jalan. Hanya satu dua mobil yang melintas.
Di sebuah halte, mata hamba melihat berdiri seorang ibu berkerudung. Buat hamba ini rada aneh. Hari begini ngapain juga ibu-ibu berdiri di halte? Menunggu bis? Rasanya tak ada bis bakalan lewat semalam yang mau menjemput subuh ini. Kalaupun ada angkot pastilah tenggang waktunya menunggu lama.
Muncul rasa ingin tahu sekaligus iba terhadap ibu itu. Reflek hamba mengarahkan mobil kepadanya dan berhenti di depannya. Dia cuma melihat hamba, hampir tanpa ekspresi.
Kaca mobil hamba buka. Masih dari dalam mobil hamba tanya mau kemana malam-malam seperti ini.
“Pengajian,“ jawabnya.
“Pengajian?” tanya hamba, full heran.
“Iya. Pengajian!” tegasnya menandakan hamba tak salah dengar.
“Malam-malam seperti ini?”
“Pengajiannya nanti subuh.”
Hamba tambah penasaran dan memberondongnya dengan pertanyaan lain.
“Pengajian dimana?”
“Kwitang!” jawabnya.
Memang hamba tahu di Kwitang, daerah Pasar Senen, pernah ada kiai terkenal Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi. Setelah beliau wafat diteruskan oleh keluarga dan keturunannya.
Di Kwitang itu memang ada pengajian-pengajian masyur, termasuk pengajian untuk ibu-ibu. Masalahnya apa benar pengajian buat ibu-ibu dilaksanakan sepagi ini? Sesubuh itu.
“Iya memang ada pengajian ibu-ibu setelah salat subuh,” kata wanita ini seakan dapat membaca pikiran hamba.
“Jadi ibu mau kesana?” tanya saya.
“Iya. Ke Blok M dulu, terus dari sana, baru naik bis ke Kwitang,” jelasnya.
“Iya sudah kalau begitu, Ibu saya hantarkan ke Blok M ya?”
Dia setuju dan naik ke mobil. Sebenarnya dari Cinere ke rumah hamba lebih dekat dan lebih mudah memotong jalan ke arah Karang Tengah terus ke Lebak Bulus, Pasar Jumat dan ke rumah saya.
Discussion about this post