“Iya. Pengajian!” tegasnya menandakan hamba tak salah dengar.
“Malam-malam seperti ini?”
“Pengajiannya nanti subuh.”
Hamba tambah penasaran dan memberondongnya dengan pertanyaan lain.
“Pengajian dimana?”
“Kwitang!” jawabnya.
Memang hamba tahu di Kwitang, daerah Pasar Senen, pernah ada kiai terkenal Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi. Setelah beliau wafat diteruskan oleh keluarga dan keturunannya.
Di Kwitang itu memang ada pengajian-pengajian masyur, termasuk pengajian untuk ibu-ibu. Masalahnya apa benar pengajian buat ibu-ibu dilaksanakan sepagi ini? Sesubuh itu.
“Iya memang ada pengajian ibu-ibu setelah salat subuh,” kata wanita ini seakan dapat membaca pikiran hamba.
“Jadi ibu mau kesana?” tanya saya.
“Iya. Ke Blok M dulu, terus dari sana, baru naik bis ke Kwitang,” jelasnya.
“Iya sudah kalau begitu, Ibu saya hantarkan ke Blok M ya?”
Dia setuju dan naik ke mobil. Sebenarnya dari Cinere ke rumah hamba lebih dekat dan lebih mudah memotong jalan ke arah Karang Tengah terus ke Lebak Bulus, Pasar Jumat dan ke rumah saya.
Kalau ke Blok M, saya harus lewat Pondok Labu terus ke arah Fatmawati, Cilandak Blok A dan ke Blok M. Dari Blok M harus ke Radio Dalam, Pondok Indah baru ke arah rumah hamba. Tapi lantaran kasihan padanya, maka hamba ajak dia. Mana tega membiarkan ibu-ibu di malam jelang subuh sendirian mau ke Kwitang.
“Kok jauh amat sih Bu Pengajian ke Kwitang” tanya saya di mobil.
“Ya sudah biasa,” jawabnya.
Begitulah akhirnya dia hamba antar sampai terminal Blok M. Kala itu terminal Blok M belum seperti sekarang. Masih semerawut.
Setelah hamba “turunkan” dia di terminal Blok M, saya langsung pulang. Sampai rumah sekitar pukul 04.15. Masih keburu untuk salat subuh. Setelah mencuci muka dan ganti pakaian hamba sempat salat subuh di masjid. Datang ke masjid pas azan.
Berbagai kesibukan membuat sekitar seminggu hamba lupa terhadap peristiwa dengan perempuan misterius tersebut. Baru setelah sekitar seminggu hamba cek ke sobat-sobat hamba yang mengetahui, apa benar di Kwitang ada pengajian buat ibu-ibu pada subuh hari.
Menurut berbagai keterangan yang hamba himpun, memang benar ada pengajian ibu-ibu di sana, tapi tak ada yang dilaksanakan subuh hari seperti cerita “penumpang misterius” yang ikut hamba?
Waktu itu pengajian ibu-ibu di sana katanya paling pagi jam 9-an.
Pertanyaan hamba: kalau demikian, siapa perempuan ini? Siapa “penumpang misterius” ini? Sampai kiwari, sekitar 25 tahun kemudian, belum juga terjawab siapa dia. Itulah yang hamba maksud “tamu misterius” yang belum terjawab siapa dia. T a b i k.!
(Bersambung…..)
Penulis adalah wartawan dan advokat senior serta Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah
(Tulisan ini merupakan reportase/opini pribadi yang tidak mewakili organisasi)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post