Sepanjang kita masih mampu, tak peduli berapa kali kita batal wudu jelang salat subuh di masjid, sebanyak itu pula kita perlu mengulanginya kembali sampai wudu sempurna. Kejujuran yang membimbing dan menuntun kita.
Konsepsi inilah yang kemudian melahirkan inspirasi kepada hamba ini untuk menulis sebuah puisi sebagai berikut:
Kebenaran Tanpa Saksi
Ini kali keempat mengulang wudu
dalam waktu rentang sekejap di sebuah dingin yang sama.
Membersihkan telapak dan jari-jari tangan
dilanjutkan dengan berkumur
selesai sempurna yang pertama
tiba-tiba buang air kecil
lalu wudu diulang dari awal.
Rampung yang kedua
langsung disambut buang angin yang ketiga.
Jika yang keempat
masih batal lagi
haruskah jujur, senantiasa mengulang dari awal.
Bukankah hanya diri sendiri yang faham
Bukankah tidak ada orang lain yang mengetahui
Bukankah Tuhan juga Maha Pemurah, Pengasih dan Penyayang?
Ada kebenaran yang tidak perlu saksi
terletak di nurani.
Meski tak ada mata memandang
meski tidak ada cemooh dari manusia manapun
Kebenaran sejati
hadir dalam hati yang bersih.
Wudu sampai kapanpun
tetap harus sempurna
Kendati cuma diri pribadi yang tahu keabsahannya.
Discussion about this post