Kini, TKA hadir sebagai pelengkap yang menjembatani keduanya dengan memberi gambaran menyeluruh pada tingkat individu.
TKA bukan sekadar alat ukur, melainkan bagian dari upaya membangun kepercayaan terhadap sistem evaluasi capaian belajar. Ia memberi alternatif pembanding yang kredibel dalam proses seleksi masuk sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Harapannya, proses seleksi bisa lebih adil dan akuntabel.
Namun, penting dipahami bahwa TKA bersifat opsional dan tidak menentukan kelulusan. Ini harus dikomunikasikan secara konsisten agar tidak menimbulkan beban psikologis bagi siswa. Pemerintah juga perlu menjamin ketersediaan dukungan bagi siswa dari latar belakang yang kurang beruntung agar tidak terjadi kesenjangan baru. (Ubaid, 2023).
Data Kementerian menunjukkan bahwa pada pelaksanaan TKA pilot project tahun 2024, terdapat partisipasi 1,1 juta siswa dari 12.400 sekolah di 34 provinsi. Dari angka tersebut, 78% siswa mengaku merasa TKA membantu mereka memahami kekuatan dan kelemahan akademik mereka secara objektif. Sementara 69% guru menyatakan TKA membantu dalam merancang pembelajaran yang lebih tepat sasaran.
Partisipasi stakeholder, baik dari institusi pendidikan, guru, orang tua, maupun pemerintah, menjadi elemen penting dalam keberlanjutan program ini. TKA tidak akan berhasil jika hanya digerakkan satu arah. Partisipasi aktif masyarakat dan institusi pendidikan akan mempercepat transformasi sistem evaluasi yang bermutu.
Dalam konteks ini, program prioritas Kemendikbudristek seperti Merdeka Belajar dan digitalisasi sekolah sangat relevan. Keduanya dapat dijadikan fondasi teknis maupun filosofis dalam penguatan sistem evaluasi berbasis TKA.
Merdeka Belajar memberi ruang fleksibel dalam pengembangan pembelajaran, sementara digitalisasi pendidikan menjadi penopang infrastruktur pelaksanaan TKA.
Sebagai catatan, pada tahun 2025 pemerintah menargetkan 100% sekolah menengah pertama dan atas terdaftar dalam platform Data Pokok Pendidikan (Dapodik) versi terbaru. Hal ini akan sangat memudahkan integrasi sistem informasi hasil TKA dengan profil belajar siswa yang lebih menyeluruh.
Penutup
Tes Kemampuan Akademik adalah bentuk evaluasi yang tidak hanya menyasar aspek akademik semata, tetapi juga menyentuh dimensi keadilan, transparansi, dan kolaborasi lintas sektor. Ia lahir dari kebutuhan untuk membangun sistem penilaian yang tidak timpang dan tidak bergantung sepenuhnya pada nilai rapor yang sulit dibandingkan.
TKA juga bukan reinkarnasi Ujian Nasional yang dulu menimbulkan tekanan tinggi. Sebaliknya, ia bersifat opsional dan memberi ruang bagi guru untuk tetap memegang kendali atas evaluasi murid. Dalam semangat gotong royong pendidikan, TKA menjadi instrumen reflektif dan bukan represif.
Dengan dukungan data yang kuat dan partisipasi lintas sektor yang terus diperluas, TKA berpotensi menjadi pilar baru dalam sistem pendidikan Indonesia. Ia membantu kita tidak hanya memahami hasil belajar, tetapi juga memetakan strategi peningkatan kualitas pendidikan secara sistemik. Karena pada akhirnya, pendidikan bermutu adalah hak semua anak bangsa—dan TKA adalah salah satu jalan untuk mencapainya.(***)
Penulis adalah Pengamat Ekonomi Islam & Pendidikan Banyumas Raya
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post