Oleh: Hendrik
Akhir-akhir ini kita sering disuguhkan dengan maraknya aksi masyarakat yang melakukan penyegelan terhadap fasilitas pemerintah seperti kantor desa maupun kantor kelurahan.
Kebanyakan faktor yang melatarbelakangi aksi ini adalah karena minimnya akses yang diberikan kepada masyarakat untuk informasi terkait kepentingan publik yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur maupun bantuan sosial.
Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang Good Governance yaitu pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel dan dapat dipertanggung jawabkan maka pada tanggal 30 April 2008 Pemerintah Republik Indonesia telah meng-undangkan Undang-Undang No.14 Th.2008 tentang keterbukaan informasi publik selanjutnya disebut dengan UUKIP, diundangkan oleh Lembaran Negara RI No.61 tahun 2008.
Kalau sudah diundangkan di dalam suatu lembaran Negara berarti semua warga Negara dianggap mengetahui ketentuan hukumnya dan harus mengikuti ketentuan yang berlaku atas undang-undang tersebut.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang itu maka akan mengakibatkan sanksi hukum sesuai dengan ancaman hukuman yang sudah diatur dalam Undang-undang ini.
Di era seperti sekarang ini informasi sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat terutama mengenai layanan informasi publik yang merupakan informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara badan publik lainnya yang sesuai dengan UU serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Layanan informasi itu sendiri merupakan hak dasar (HAM) bagi setiap masyarakat di dunia ini untuk mengetahuinya, baik informasi bersifat internal maupun informasi bersifat eksternal yang harus memiliki sifat transparansi, akuntabilitas serta berkeadilan bagi publik sesuai dengan UU.
Komisi Informasi Pusat (KIP) mencatat masih banyak badan publik yang belum melaksanakan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik meski sudah 10 tahun UU diberlakukan.
Belum maksimalnya kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi publik tampak jelas terlihat dari hasil monitoring dan evaluasi keterbukaan BP yang dilaksanakan pada 2020.
Datanya menunjukkan keterbukaan badan publik dari 348 badan publik yang dimonitoring sepanjang tahun 2020, mayoritas 72,99 persen (254 badan publik) masih sangat rendah kepatuhan dalam melaksanakan keterbukaan informasi publik. Sumber Republika.co.id.
Informasi publik ditegaskan oleh UU ini adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan Negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UU ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Berlandaskan UUD 1945 pasal 28 f yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Hak informasi merupakan hak asasi setiap orang yang diakui negara dan dunia, maka hak untuk memperoleh informasi itu merupakan hak setiap orang atau setiap warga Negara untuk memperoleh, mencari dan menyimpan serta memanfaatkannya untuk baik kepentingan pribadi kepentingan masyarakat maupun untuk publikasi.
Dengan disahkannya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) maka setiap badan-badan publik yaitu baik lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, badan-badan usaha milik Negara/daerah, maupun penyelenggara pemerintah yang paling bawah yang dana aktivitasnya bersumber dari APBN/APBD wajib untuk menyediakan data seperti RAB maupun dokumen dokumen yang tidak dikecualikan dalam UU yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur yang diperuntukkan bagi publik kepada masyarakat maupun organisasi swasta.
Discussion about this post