Oleh: Margaretha Angginauli Siahaan
Pengenaan pungutan cukai terhadap produk plastik telah direncanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak tahun 2016 lalu. Namun, hingga saat ini kebijakan tersebut masih belum terealisasi.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) 130/2022, pemerintah awalnya menargetkan penerimaan Rp980 miliar dari cukai plastik. Namun, kebijakan tersebut ditunda dan melalui Perpres 75/2023, mantan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menetapkan target penerimaan dari cukai plastik menjadi Rp0 atau nol.
Sementara pada tahun 2024 ini, penerapan cukai plastik sempat kembali menjadi pembahasan dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2023, dengan estimasi penerimaan negara dari cukai tersebut sebesar Rp1,85 triliun. Apakah pemerintah akan merealisasikan kebijakan tersebut?
Latar Belakang Plastik Dikenakan Cukai
Cukai merupakan pungutan yang dikenakan atas barang-barang yang memiliki sifat atau karakteristik tertentu. Karakteristik yang dimaksud yaitu konsumsinya harus dikendalikan, peredarannya yang perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan, atau penggunaannya memerlukan pengenaan pungutan negara guna menciptakan keadilan dan keseimbangan.
Berkaitan dengan hal tersebut, plastik adalah salah satu penyumbang terbesar pencemaran laut. Menurut data World Economic Forum (2016), terdapat lebih dari 150 juta ton plastik di laut dengan tambahan 8 juta ton setiap tahunnya. Indonesia bahkan menjadi penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia setelah China. Selama pandemi COVID-19, volume limbah plastik di Indonesia mengalami peningkatan signifikan.
Hal ini menuntut negara tidak hanya fokus pada pengurangan limbah plastik tetapi juga mengurangi penggunaan bahan plastik yang berkontribusi pada penumpukan sampah. Mengingat juga proses penguraian limbah plastik membutuhkan waktu yang bisa mencapai ratusan tahun sehingga dalam proses tersebut dapat merusak ekosistem tanah dan air. Maka dari itu, pemerintah memutuskan kebijakan pengenaan cukai plastik yang bertujuan untuk dapat mengendalikan dan mengurangi penggunaan dari plastik sejalan dengan adanya ekstrenalitas negatif yang ditimbulkan dari barang tersebut.
Terdapat 4 jenis produk plastik yang direncanakan dikenakan cukai plastik yaitu, kantong plastik, kemasan plastik multilayer, styrofoam, dan sedotan plastik. Pengenaan tarif akan disesuaikan dengan jenis plastik. Semakin tinggi tingkat ramah lingkungan suatu jenis plastik maka semakin rendah tarif cukai yang dikenakan atau bahkan bisa dibebaskan sepenuhnya.
Implikasi Cukai Plastik Terhadap Industri dan Masyarakat
Timbul banyak pro dan kontra pada proses penerapan cukai plastik ini. Dikhawatirkan pengenaan cukai terhadap plastik akan menimbulkan turunnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan berpotensi berdampak negatif kepada sektor industri.
Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Ir. Reni Yanita M. Si, cukai plastik dapat memengaruhi ulititasi industri dalam negeri mencakup industri kecil menengah yang telah mendominasi hingga 99,7% maupun industri makanan minuman yang telah mencapai hingga 1,68 juta unit usaha.
Adanya pungutan cukai plastik dapat berpengaruh terhadap meningkatnya harga secara otomatis dan menyebabkan terganggunya sisi pemintaan yang pasti akan berkurang.
Menurut kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), penarikan cukai plastik berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi hingga 0,1%, dari 6% menjadi 5,9%.
Selain itu, sektor terkait seperti Fast Moving Consumer Goods (FMCG) juga akan terdampak akibat kenaikan biaya kemasan plastik yang pada akhirnya membebani konsumen. Bahkan tidak terlepas dari masyarakat atau konsumen kurang mampu harus menanggung biaya lebih mahal untuk makanan atau minuman yang dikemas dengan plastik.
Transformasi dalam mengurangi penggunaan plastik dapat menjadi tantangan bagi pemerintah sebagai regulator dan masyarakat sebagai konsumen, mengingat ketergantungan dan kebiasaan menggunakan plastik masih cukup tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2020), konsumsi plastik per kapita masyarakat Indonesia selama 2015–2019 berada pada kisaran 17–23 kg setiap tahun. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat penggunaan plastik.
Discussion about this post