Anies melihat dan amati, pemerintah tak yakin kelola BPJS secara baik. Evaluasi pelayanan kesehatan di Indonesia harus dilakukan, khususnya pengguna BJPS sering kali dirasakan lebih rendah dibandingkan non-BPJS. Padahal semua rakyat berhak dilayani kesehatan secara baik dan berkualitas.
“Jadi kalau datang ke tempat pelayanan kesehatan pulangnya itu bersyukur. Bukan datang, pulangnya malah makin sakit, makin miskin. Ya berat itu,” kata Anies saat hadiri Deklarasi Desak Anies di Riau Pekanbaru (16/12/23).
Anies berkata “telah menyiapkan solusi sistem yang tidak merugikan bagi semua pihak. Kita perlu berbicara dengan dokter, pengelola rumah sakit, tenaga kesehatan kemudian pasien dan pemerintah baik pusat serta daerah. Duduk bersama, menata ulang sistemnya, supaya BPJS bisa gratis dan pelayanan bagus. Tentu, merangkul seluruh pihak, tak lupa memikirkan tekanan besar yang dihadapi dokter dan perawatnya. Kalau tidak duduk bersama, hanya diputuskan sepihak oleh BPJS atau Kementerian Kesehatan maka tidak akan hasilkan solusi yang baik,” kata Anies.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, penduduk yang memiliki BPJS Kesehatan pada tahun 2021 sebanyak 235,71 juta (60,49%). Pada 2022 totalnya capai 248,77 juta. Pada 2022 setara 90,34% dari total penduduk Indonesia 275,36 juta. Dari jumlah tersebut hanya 20,03% yang merupakan peserta BPJS Kesehatan mandiri (non Penerima Bantuan Iuran – PBI). Sisanya, sebanyak 38,46% adalah peserta PBI.
Sementara, per 1 September 2023, BPJS mencatat jumlah peserta JKN capai 262.865.343 atau setara 94,64 persen jumlah penduduk Indonesia. Kedepan, berharap capai 99,9 persen dari total penduduk pada akhir 2023. (Data Books, 2023).
Beberapa Provinsi yang kepemilikan BPJS Non BPI yang relatif tinggi, seperti Provinsi Kepri capai 49,08%, Kaltim capai 45,69%, Kaltara sebesar 38,62%, Kepulauan Bangka Belitung 33,44%, DKI Jakarta 31,66%, Bali sebesar 31,38%, Sulut sebesar 27,39%, Banten sebesar 27,39%, Kalsel capai 27,37% dan Daerah Istimewa Yogyakarta capai 26,54%. (Kemenkes, 2023).
Kemudian, Jawa Barat, per Agustus 2022 baru 88,83 persen (sekitar 42,53 juta jiwa) dari total penduduk Jawa Barat yang menjadi peserta BPJS. Dari jumlah itu, peserta PBS PBI APBD-nya ada 4,83 juta jiwa, hanya sekitar 11,3 persen dari tota peserta BPJS di Jawa Barat. Lalu, data Provinsi Sulawesi Tengah, sebanyak 2.720.942 jiwa (91,63 %) dari jumlah penduduk telah memiliki jaminan BPJS kesehatan, angka ini diatas rata-rata nasional. (JKN, 2023).
Kemudian, mencermati data Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tentang data peserta JKN KIS Tahun 2021-2023 berjumlah 2.940.970 jiwa. Data tersebut jika ditambahkan dengan data APBD I sejumlah 147.641 jiwa dan APBD II sejumlah 313.853 jiwa, maka total jumlah kepesertaan Jaminan Kesehatan yang dibayarkan oleh pemerintah sebanyak 3.402.433 jiwa.
Dari data diatas, jika disandingkan basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) merupakan basis data kepesertaan PBI JK berjumlah 2.953.740 jiwa, maka jumlah kepesertaan PBI JK telah melampaui jumlah DTKS yang ada. (Pemprov, NTB 2023).
Selain itu, ada tiga provinsi di Indonesia yang cakupannya di bawah 90 persen, diantaranya: Kalbar 84,81%, Jambi 85,92%, dan Sumut 88,63%. Dari 514 Kabupaten/Kota, terdapat 24 Kabupaten/Kota yang cakupannya dibawah 80%, di antaranya Kabupaten Pulau Talibau baru capai 56% dan Halmahera Selatan Malut masih 62%. Begitupun Jawa Timur, masih ada 9 Kabupaten/Kota yang cakupannya masih di bawah 80 persen yakni Jember, Blitar, Tulungagung, Banyuwangi, Ponorogo, Trenggalek, Lumajang, Tuban, dan Pacitan. (BPJS Kesehatan, 2023).
Data diatas dimasing-masing provinsi, menunjukkan tingginya harapan akan BPJS Kesehatan dan tenaga kerja. Namun, pemerintah malah menaikkan iuran BPJS demi mengambil untung dari jumlah kepemilikan BPJS. Sebagaimana Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020, pemerintah berikan subsidi kepada Pekerja Mandiri dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang menjadi peserta Kelas 3.
Discussion about this post