“Aneh saja, tidak ada korelasinya SIM-STNK ke BPJS. Entah sih di samping itu mungkin bisnis para petinggi biar pada punya BPJS,” ujarnya.
Kartu BPJS Kesehatan seakan menjadi kartu sakti untuk sebagian akses layanan publik. Jika tidak ada kartu tersebut, maka semua urusan publik akan runyam, namun jika ada kartu tersebut, maka urusan akan mudah dan terkendali.
Kebijakan ini dinilai mampu menjadi optimalisasi jaminan kesehatan, agar layanan kesehatan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Namun, alih-alih kartu sakti ini menjadi solusi bagi persoalan kesehatan, yang ada justru menambah runyam urusan masyarakat. Sebab, rakyat akan kembali dibebankan dengan iuran-iuran wajib yang harus dibayar tiap bulan, padahal mereka tidak sakit dan tidak butuh berobat.
Jika rakyat tidak memiliki kartu BPJS, maka rakyat tidak bisa mengurus akses layanan publik lainnya. Ini seakan pemaksaan halus kepada rakyat. Apalagi di tengah badai perekonomian yang kian sulit, bahan pokok melambung tinggi, pendidikan kian mahal dan lainnya. Untuk makan hari ini masih kurang, sedang untuk makan besok harus berfikir mencari lagi.
Selain itu, pelayanan kepesertaan BPJS pun tidak berdampak signifikan pada layanan kesehatan untuk rakyat. Fakta di lapangan para peserta BPJS tidak mendapatkan layanan kesehatan baik dan berkualitas. Justru yang terjadi, warga harus antre demi mengurus administrasi yang ribet, pelayanannya lama, dan sering kali pasien BPJS Kesehatan mendapat perlakuan diskriminatif dibanding pasien non-BPJS Kesehatan.
Lalu bagaimana mungkin adanya BPJS bisa membantu masyarakat dan menjamin kesehatan mereka? Bukankah hal ini semakin menambah derita rakyat?
Jika dicermati kebijakan demi kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa akhir-akhir ini selalunya menyakiti hati rakyat. Belum habis perdebatan JHT 56 yang menyakiti hati kaum buruh, kini muncul kebijakan baru BPJS sebagai syarat sebagian layanan publik. Hal ini menjadi bukti jika pemerintah gagal memimpin negeri ini. Negara gagal menjamin kesehatan rakyatnya. Peran negara dalam mengurusi urusan rakyat telah dijauhkan, bahkan negara telah lepas tangan dalam pemenuhan kebutuhan rakyatnya.
Rakyat harus terseok-seok untuk memenuhi segala aspek kebutuhan hidup mereka sendiri, tanpa terkecuali menjamin kesehatannya. Padahal, jaminan kesehatan mutlak menjadi tanggungjawab negara. Negara wajib menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas dan murah bahkan gratis bagi setiap individu rakyatnya, dan menyentuh seluruh pelosok negeri.
Inilah wajah sistem kapitalisme. Sistem yang menjauhkan negara dari kewajibannya meriayah rakyat. Sistem yang melahirkan penguasa-penguasa dzalim dan menjadikan kekuasaan sebagai ladang bisnis. Sungguh sampai kapanpun sistem kapitalisme akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat menderita dan sengsara.
Discussion about this post