Mendengar tawaran itu, anak ini mengerti seketika bahwa orang dewasa di hadapannya tidak lain adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. “Kenapa tak sudi, ya Rasulullah?” jawab anak ini dengan senyum terbuka.
Rasulullah kemudian membawa anak angkatnya pulang ke rumah. Di sana anak ini diberikan pakaian terbaik. Ia dipersilakan makan hingga kenyang. Penampilannya diperhatikan lalu diberikan wangi-wangian. Setelah beres semuanya, ia pun keluar dari rumah Rasulullah dengan senyum dan wajah bahagia.
Kepada kita semua menyadari bahwa setan tak pernah tinggal diam menyaksikan kita merayakan kemenangan Idulfitri ini. Setan akan berusaha terus untuk kembali menjerumuskan umat Islam.
Masa depan kita terus menjelang, hari esok akan segera datang, sebagai orang yang beriman tentu kita menginginkan adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup kita, yang mengarah kepada sebutan insan yang bertaqwa. Taqwa yang diharapkan tentu taqwa yang sebenarnya sebagaimana tuntutan Allah kepada hambanya.
Firman Allah: ”Yaa ayyuhallaziina aamanuttaqullaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun”. Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah sekali kali kamu mati melainkan dalam keadaan muslim (QS Al Imran : 102).
Rasulullah SAW mengingatkan; bahwa manusia di dunia bagaikan musafir yang hanya beristirahat sejenak, apakah di bawah pohon rindang atau di kolong langit di bawah teriknya panas atau curahan hujan, namun yang pasti, perjalanan berlanjut terus, detik demi detik berganti, sampai akhirnya suka atau tidak suka, hidup di dunia ini akan berakhir.
Jawabnya,..
إنا لله وإنا إليه راجعون
Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada Allah kami kembali.
Di hari yang suci dan fitrah ini marilah kita saling menebar maaf, karena memberi dan meminta maaf adalah sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT. Sebab dengan begitu, sikap dendam dan rasa marah dapat dinetralisir oleh masing-masing individu.
Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat seseorang enggan memberi dan meminta maaf, tetapi yang jelas sifat enggan memberi dan meminta maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang.
Selain itu sikap mudah memberi dan meminta maaf merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa. Karenanya orang yang suka memberi dan meminta maaf sebagai pertanda seseorang memiliki nilai kepribadian dan ketaqwaan yang sangat luhur.
Firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran ayat 133-134; yang artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Itulah sebabnya, sikap seperti itu melekat pada diri para Nabi dan Rasul Allah, para sahabat utama Nabi Muhammad SAW, para ahli sufi dan orang-orang yang saleh. Sayyidina Ali RA pernah berkata: “Bahwa meminta maaf adalah perbuatan yang paling mulia, sedangkan memberi maaf lebih mulia dimata Allah”.
Sikap seperti itu ditunjukkan oleh Nabi Yusuf AS yang memaafkan saudara-saudaranya yang dulu membuang beliau, bahkan memasukkan ke dalam sumur. Sikap tersebut juga ditunjukkan Nabi Muhammad SAW yang memberi maaf kepada penduduk Mekkah yang dulu memusuhi dakwahnya, menyiksa dan mengusirnya. Dengan sikap inilah satu persatu penduduk Mekkah berbondong-bondong masuk Islam.
Demikian pula beliau senantiasa meminta maaf kepada para sahabat dan umatnya. Walaupun mereka mengakui bahwa beliau tidak pernah berbuat salah terhadap mereka. Menjelang akhir hayatnya beliau mengumumkan dihadapan para sahabatnya bahwa beliau meminta maaf kepada mereka, siapa-siapa yang disakiti atau merasa tersinggung selama dalam kepemimpinannya.
Discussion about this post