Kapitalisasi Kesehatan
Demikianlah jika urusan kesehatan dikapitalisasi, ujung-ujungnya tetaplah rakyat yang dirugikan. Penyerahan urusan kesehatan kepada pihak swasta menjadikan rakyat harus membayar kesehatannya sendiri. Apalagi, pengelolaan layanan kesehatan oleh swasta dipastikan berorientasi pada keuntungan.
Kapitalisasi kesehatan yang sudah lama mengakar di negeri ini akhirnya menciptakan kastanisasi dalam layanan kesehatan. Artinya, kualitas layanan kesehatan diukur dari kemampuan seseorang secara ekonomi. Bagi orang yang mampu akan mendapatkan layanan kesehatan terbaik, sedangkan bagi yang kurang mampu akan menerima layanan ala kadarnya. Fakta-fakta tersebut membuktikan abainya negara menyediakan layanan kesehatan gratis dan terbaik. Negara hanya berkedudukan sebagai regulator dan fasilitator yang hanya berkutat membuat regulasi dan sebagai perantara.
Layanan Kesehatan Gratis dalam Islam
Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga. Karena berharganya nyawa manusia, negara semaksimal mungkin melindunginya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987,Turmudzi 1455 dan disahihkan al- Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan al-Albani).
Karena itu, negara akan menjaga keselamatan manusia dari hal-hal yang membahayakan. Dalam sektor kesehatan, negara akan memberikan pelayanan kesehatan gratis dan berkualitas. Pelayanan kesehatan tersebut diberikan tanpa memandang status ekonomi, pendidikan, sosial, agama, maupun lainnya. Semua akan dilayani dengan pelayanan terbaik, baik yang kaya maupun yang miskin. Sebab, Islam telah mengamanatkan bahwa kesehatan milik semua orang, baik kaya maupun miskin.
Saking bertanggung jawabnya terhadap urusan jiwa, penguasa (khalifah) benar-benar memberikan layanan terbaik. Sebab mereka menyadari bahwa setiap amanah pasti ditanya oleh Allah Swt. kelak. Dalam Islam, mendambakan pelayanan kesehatan terbaik bukanlah ilusi. Hal ini sudah dibuktikan selama masa keemasan Islam lebih dari tiga belas abad yang lalu.
Wallahu’alam Bishshawab.(***)
Penulis merupakan Pemerhati Masalah Publik
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post