Oleh: Ema Fitriana Madi, S.Pd
Dilansir dari sultra.tribunnews.com pada Kamis, 14 April 2022, Pemerintah Kota Kendari menggenjot hilirisasi pengembangan kawasan industri di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Hal ini ditandai dengan penandatanganan MoU Signing Framework Agreement antara PT Kendari Kawasan Industri Terpadu (PT KKIT) dengan China Construction Third Engineering Bureau Group. Kegiatan penandatanganan Memorandum of Understanding tersebut berlangsung di salah satu hotel di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Kamis (14/4/2022).
Executive General Manager of China Construction Third Engineering Bureau International, Tang Liguo mengatakan, perusahaan miliknya adalah perusahaan nomor satu bidang konstruksi di China.
Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir mengatakan penandatanganan MoU ini sebagai respon atas perintah dari pemerintah pusat untuk melakukan hilirisasi. Ia menjelaskan, hilirisasi merupakan suatu strategi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas yang dimiliki.
Sedangkan, Komisaris Utama PT KKIT, Hery Asiku mengatakan, MoU dengan perusahaan ini untuk merealisasikan rencana pembangunan pabrik kimia baterai dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL). Sehingga, di Kota Kendari dapat memproduksi nikel sulfat, mangan sulfat menjadi bahan baku mobil listrik.
Misi yang diklaim oleh PT KKIT dalam mengembangkan kawasan ini adalah menjadikan Sultra sebagai salah satu pusat pertumbuhan teknologi khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Dilansir dari sultratribunnews.com pada Jumat, 15 April 2022, bukan main besaran lahan yang akan digunakan untuk mengeksekusi mega proyek ini, yakni 1700 hektar, tepatnya di Kawasan Abeli, Kota Kendari.
Mengenai tenaga kerja, Hery Asiku memberikan iming-iming akan melibatkan tenaga kerja dalam jumlah besar yang tentu saja berasal dari berbagai daerah di Indonesia maupun juga dari Cina. Yakni sebesar 70% tenaga kerja lokal dan 30% tenaga kerja asing.
Sementara, Sulkarnain menyatakan, menyaratkan tenaga kerja asing harus beragama Islam.
Pertanyaannya, apakah mega proyek industri tersebut sungguh-sungguh akan menguntungkan daerah, utamanya masyarakat? Atau sebaliknya, mega proyek industri ini malah hanya menguntungkan kapitalis semata? Bagaimana kita menyikapi hal ini?
Membincang Nikel, China, dan Ilusi Investasi Asing
Saat ini, China menjadi produsen baterai dan mobil listrik terbesar di dunia. Nikel adalah bahan utama untuk pembuatan baterai, yang digadang-gadang menjadi tulang punggung energi terbarukan di masa mendatang, yang akan menjadi pengganti energi fosil yang hampir selesai masa tayangnya.
Apalagi, cadangan nikel di perut bumi Indonesia, sungguh berlimpah.
Indonesia adalah negara penghasil nikel terbesar atau 27 persen berkontribusi untuk nikel dunia yang menyumbang 72 juta ton cadangan nikel dari 139.419.000 nikel dunia. Australia hanya menyumbang 15 persen, Brasil hanya 8 persen, Rusia 5 persen dan lainnya 20 persen. Itu artinya, Indonesia sangat berkontribusi dalam pembangunan mobil listrik.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), berikut daftar lima perusahaan dengan produksi bijih nikel terbesar di Indonesia saat ini, yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Bintang Delapan Mineral, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Makmur Lestari Primatama, dan PT Citra Silika Mallawa.
Terkhusus Sulawesi Tenggara, ada PT Vale Indonesia Tbk (INCO) pada blok Suasua di Kabupaten Kolaka Utara dan blok Pomalaa di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Pulau Maniang Kolaka, Kecamatan Pomalaa Kolaka, di Kecamatan Lasolo Konawe Utara, serta kecamatan Asera dan Molawe.
PT Makmur Lestari Primatama memiliki wilayah tambang di Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, dengan luas wilayah tambang 407 Ha. PT Citra Silika Mallawa memiliki wilayah tambang di Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara dengan luas wilayah 475 Ha. (Cnbcindonesia.com, 7/7/2021).
Discussion about this post