PENASULTRAID, JAKARTA — Sebagai salah satu “paru-paru dunia”, Indonesia memiliki tutupan hutan yang mencapai 64 persen dari total wilayahnya. Kawasan hutan ini berperan penting dalam menyerap lebih dari 20 juta ton CO₂e setiap tahun serta menjadi fondasi utama bagi stabilitas ekosistem global.
Namun, ancaman deforestasi dan degradasi hutan masih terus membayangi, menggerus keanekaragaman hayati dan meningkatkan emisi gas rumah kaca.
Menjawab tantangan tersebut, pemerintah Indonesia mempertegas komitmen iklim melalui implementasi skema Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).
Mekanisme Result-Based Payment (RBP) atau pembiayaan berbasis kinerja digunakan untuk memperkuat perlindungan hutan sekaligus mendukung ekonomi hijau, pembangunan inklusif, serta percepatan pencapaian target FOLU Net Sink 2030 dan Net Zero Emission 2060.
Melalui skema REDD+, Indonesia menjadi negara pertama di Asia Pasifik yang menerima pendanaan Result-Based Payment (RBP) dari Green Climate Fund (GCF) terbesar, yaitu USD 103,8 juta untuk program pengurangan emisi gas rumah kaca dan rehabilitasi hutan dan lahan.
Pada pelaksanaan skema ini, UNDP turut terlibat sebagai Accredited Entity dari GCF dan selanjutnya dana RBP REDD+ tersebut di tingkat nasional dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Pendanaan ini menegaskan kepercayaan global terhadap tata kelola iklim Indonesia yang berkelanjutan.
Dari perspektif lingkungan, Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Diaz Hendropriyono menekankan pentingnya pendekatan transparan, inklusif, dan berbasis bukti dalam pelaksanaan REDD+.
“Implementasi REDD+ bukan hanya upaya menurunkan emisi, tetapi juga membangun sistem lingkungan yang tangguh, berkeadilan, dan terukur. Keberhasilan Indonesia tidak lepas dari sistem Measurement, Reporting, Verification (MRV), safeguards sosial dan lingkungan, hingga Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) agar dapat memantau progres pelaksanaan konservasi hutan dan implementasi kebijakan iklim,” ungkap Diaz Hendropriyono dalam keterangannya, Kamis 27 November 2025.
Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Revitalisasi Industri Kehutanan Republik Indonesia, Novia Widyaningtyas menuturkan bahwa sektor kehutanan berperan ganda sebagai penyerap emisi dan pilar pembangunan berkelanjutan.



Discussion about this post