Oleh: Rivai Bakkara
Suara deru puluhan becak BSA (The Birmingham Small Arms) Company bersahut-sahutan membawa rombongan Tim Ekspedisi Geopark Kaldera Toba Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berkunjung ke Kota Pematang Siantar, Senin 6 Februari 2023 sore.
Para pengurus dan anggota SMSI, sebagian dari pusat dipimpin oleh Ketua Umumnya, Firdaus bersama Sekretaris Jenderal SMSI Mohammad Nasir tertarik naik becak BSA. Mereka menikmati perjalanan dengan becak antik itu.
Mereka tertawa-tawa dengan gembira menumpang becak BSA dan berkeliling Kota Pematang Siantar. Nasir, Wartawan Harian Kompas (1989-2018) yang menyukai barang antik sempat mencari informasi pada pengemudi becak BSA yang ia tumpangi.
“Tolong kasih tahu saya kalau ada yang mau jual sepeda motor BSA,” pesan Nasir pada salah seorang pengemudi.
Sore itu Erris J. Napitupulu, Ketua SMSI Sumatera Utara yang memimpin perjalanan Ekspedisi Geopark Kaldera Toba, rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2023 ikut juga naik becak BSA bersama para pimpinan SMSI dari berbagai provinsi.
Banyak di antara mereka yang juga bertanya-tanya tentang becak BSA yang unik tersebut. Apalagi, jumlahnya memang semakin sedikit.
Presiden BSA Owner Motorcycle Siantar (BOM’S) H Kusma Erizal Ginting SH, yang turut menyambut kedatangan Tim Ekspedisi Geopark Kaldera Toba SMSI bersama Wali Kota Pematang Siantar dr Susanti Dewayani SpA menerangkan, becak yang digunakan Tim Ekspedisi Geopark Kaldera Toba SMSI untuk berkeliling Kota Pematang Siantar, menggunakan tenaga mesin motor buatan The Birmingham Small Arms Company (BSA).
Perusahaan tersebut, katanya, merupakan penyuplai persenjataan tentara Inggris selama Perang Crimean (1853-1856). Periode setelah perang, BSA terus mengembangkan produknya dan menjadi pemasok kendaraan militer untuk tentara Inggris.
“Pada masa itu, mereka memproduksi 126.000 sepeda motor tipe M20 berkapasitas mesin 500 cc. Sepeda motor buatan tahun 1941 inilah yang ikut dibawa pasukan sekutu ke Pematang Siantar. Sepeda motor inilah menjadi becak dan menjadi ikon Kota Pematang Siantar,” terangnya.
Tentara sekutu, termasuk Inggris kalah perang. Lalu sepeda motor milik mereka ditinggalkan begitu saja. Namun ada juga pengusaha perkebunan Belanda dan Eropa yang memberikan sepeda motor itu secara cuma-cuma kepada warga pribumi.
Saat itu tahun 1950-an, sepeda motor BSA terbiarkan seperti barang rongsokan, tidak terpakai. Lantas muncul ide warga setempat memberdayakannya sebagai mesin penarik becak.
“Tapi tak hanya BSA, sepeda motor tua lain seperti Norton, Triumph, dan BMW juga dimanfaatkan. Tapi hanya BSA yang cocok dan efisien mengarungi topografi Pematang Siantar yang berbukit-bukit, sehingga lolos dari seleksi alam,” sebut Erizal.
Selanjutnya, sambung Erizal, setelah para pionir becak berhasil meningkatkan daya guna sepeda motor BSA, banyak orang mencarinya dan memburunya ke berbagai daerah, sebab harganya sangat murah. Bahkan, orang-orang dari Pematang Siantar mencari BSA hingga ke Medan, Asahan, Deliserdang, Rantauprapat, hingga ke Riau.
Hasilnya, kurang lebih 2.000 unit becak BSA sudah berada di Pematang Siantar pada periode 1980-an hingga 1990-an.
Discussion about this post