Oleh: Wina Armada Sukardi
Pengantar
Pada bulan puasa tahun silam, setiap hari saya menulis seri human insterest. Kali ini saya menulis seri Sekitar Serba-serbi Salat Subuh (S5). Isi tulisan tidak membahas tata cara salat subuh, apalagi menganalisis makna surat-surat yang sering dibaca pada salat subuh, atau membedah diskusi ikhwal subtansi atau filosofis dari salat subuh dari tinjauan teologis.
Itu kompetensi para ulama, ahli agama, atau tokoh masyarakat. Bukan kompetensi hamba ini. Saya hanya menulis “sketsa” serba-serbi yang terjadi di seputar salat subuh. Semacam reportase alit. Itupun terbatas yang saya alami dan atau tahu saja. Semoga bermanfaat.
Berbagi Kavling di Rumah Alllah
Rumah kediaman saya terletak cuma “selangkahan” dari masjid (Al Husnah). Sebagai umat muslim, hampir setiap hari saya salat subuh di masjid tersebut. Tentu ini saya lakukan lantaran semata-mata dan yang utama karena perintah Allah. Namun hal ini juga karena yang memungkinkan saya lakukan di masjid pada subuh hari.
Pertama, pada subuh saya belum punya kegiatan apapun. Kalau pun ada kegiatan, seperti lari pagi atau ada pertemuan di pagi hari, dapat dilakukan setelah salat subuh.
Berbeda dengan salat-salat lain. Terus terang saja untuk salat lainnya, saya jarang salat di masjid tersebut. Bukannya tak mau. Maklumlah pada waktu salat selain subuh, saya mungkin lebih banyak berada di luar rumah, dan pulang sudah larut malam. Dengan begitu, hampir tak ada ada waktu salat lain di masjid dekat rumah. Maka saya jarang sekali salat di sana selain salat subuh. Paling sekali-kali salat Jumat, dan tentu salat Idul Fitri, salat Idhul Adha dan jika ada acara khusus.
Hampir setiap hari salat subuh di masjid yang sama, tanpa kita sadari membuat kita memiliki beberapa perilaku yang bagaikan terpola ketika melakukan salat subuh. Salah satunya dalam memilih “lokasi” tempat kita menunggu salat, dan pas waktu salat.
Tentu “lokasi” itu yang menurut perasaan kita nyaman. Lantaran bertahun-tahun, bahkan belasan tahun, kita menempati posisi yang sama, sering kali, tanpa kita sadari, lantas kita merasa tempat salat subuh tersebut menjadi semacam “kavling” milik kita. Begitu kita masuk masjid, langkah kita otomatis mencari “kavling” tersebut.
Saya pribadi biasanya jika datang ke masjid, untuk menunggu salat subuh dan melakukan salat dua rakat, mengambil posisi di shaf ketiga agak ke kanan dari arah masuk masjid, di belakang imam dan depan mimbar.
Discussion about this post